MAPS

Search This Blog

Friday, November 30, 2018

Review Drama Thailand "I Love You I Hate You": Penonton bukanlah Tuhan yang Maha Tahu


Poster #HateLoveSeries
Series Thailand ini diberi judul “I Love You I Hate You” atau biasa disingkat dengan hastag #HateLoveSeries.

Sebenarnya sudah cukup lama saya berencana untuk mereview series ini terutama sejak saya pertamakali ‘nekat’ menontonnya di tahun 2017 tanpa subtitle apapun... Yap benar, sewaktu itu memang series ini cukup eksklusif disiarkan di LINE TV Thailand dan belum ada terjemahannya sama sekali, kalaupun ada itu hanya trailernya saja (sekarang sepertinya tersedia subtitlenya di VIU atau media streaming lainnya).


Salah satu hal yang membuat saya excited adalah karena sutradara dari series ini merupakan salah satu orang yang ikut memproduksi ‘Hormones The Series’ yang notabene merupakan drama remaja legendaris dari Thailand yang wajib kalian tonton (menurut saya sih hehehe). Oh iya, saya berusaha untuk tidak membocorkan bagian-bagian yang penting dari #HateLoveSeries ini, jadi bagi kalian yang belum menonton tenang saja. Kalian masih bisa membaca review ini dengan ‘aman’ dan harapan saya setelah membaca tulisan ini kalian bisa termotivasi untuk mengintip drama ini ;)

Serial ini mengangkat genre suspense drama yang dark dan mature. Kalau dari judul, alurnya bisa ditebak tidak akan jauh-jauh dari yang namanya cinta dan benci yang dibumbui dengan pengkhianatan.

Untuk para pemerannya sendiri diisi nama-nama yang cukup populer terutama bagi kalian yang pernah menonton ‘Hormones The Series’ yang diproduksi GTH Channel, kalian pastinya sudah tidak asing lagi dengan talent-talent artis dari Agensi Nadao Bangkok. Ada lima karakter penting yang saling berkaitan dalam drama ini yaitu Nana (Punpun Sutatta), Jo (Sky Wongravee), Tiger (JJ), Sol (Fon Sananthachat) dan Ai (Oabnithi Wiwattanawarang). Seri ini sepintas mengangkat bagaimana kehidupan kaum sosialita dan intrik didalamnya.

Salah satu hal yang membuat series ini istimewa adalah teknik pengambilan gambar yang dikemas dengan menggunakan point of view dari setiap karakter utama. Senada dengan kalimat diposter drama ini 'you only see what you want to see'. Singkatnya, setiap episode menampilkan sudut pandang karakter yang berbeda-beda dan penonton (mau tidak mau) dipaksa untuk menjadi ‘powerless’ layaknya tokoh utama tersebut.

Powerless’ disini maksudnya adalah kita akan menjadi pemirsa yang ‘tidak tahu apa-apa’. Kita dijebak untuk mengikuti alur cerita yang disajikan oleh si sutradara baik itu dalam hal melihat, mendengar, ataupun merasakan. Semuanya hanya sebatas sudut pandang yang dialami tokoh utama pada episode tersebut. Emosi penonton disetting untuk percaya pada pemahaman yang dirasakan oleh si tokoh utama, terlepas itu benar ataupun salah. Tidak ada yang tahu kebenarannya kecuali kita sudah menonton sampai tamat. Tidak ada lagi penonton yang menjadi ‘tuhan’ yang serba tahu apa yang sedang dilakukan maupun dipikirkan oleh setiap tokoh yang ada dalam sebuah drama.

Pada episode 1 misalnya, kita diajak untuk melihat segala sesuatunya berdasarkan sudut pandang Nana (Punpun). Episode ini mengarahkan penonton untuk mengenal sosok Nana, tipikal seorang mahasiswi kaya dan teman-teman sosialitanya sekaligus konflik yang mulai timbul akibat kecurigaan Nana pada temannya Sol yang menurutnya berselingkuh dengan pacarnya, Tiger. Dalam episode ini saya sebagai penonton seolah dibuat untuk merasa simpati terhadap apa yang dialami Nana. Namun setelah adegan mulai berlanjut, ternyata konflik yang dihadapi tidak seperti yang saya duga sebelumnya (kenapa? saya tidak akan spoiler disini hehehe). Episode pilot ini ditutup dengan kejadian yang cukup mencengangkan. Pada akhir episode 1 ini kita disajikan dengan adegan laporan berita mengenai ditemukannya mayat yang diduga meninggal akibat bunuh diri. Coba tebak siapa itu..? It was Nana! Wew... Apa yang sebenarnya terjadi pada Nana? Why?

Nah, dengan teknik point of view inilah menurut saya rasanya pas untuk diterapkan pada genre suspense sebab trik ini membuat penonton tentunya harus bersabar dalam mengungkap apa yang sebenarnya terjadi. Ibarat bermain puzzle, kita harus menunggu serpihan demi serpihan dari setiap episodenya untuk dapat menyusun dan menangkap gambaran besar dari alur peristiwa dalam drama ini.

Pada episode kedua, kita akan mendalami karakter Jo, seorang gigolo yang ternyata merupakan teman kecil Nana. Lalu episode ketiga akan menceritakan tentang tokoh Tiger yang merupakan pacar Nana. Selanjutnya, episode keempat akan menyajikan sudut pandang Ai, seorang pemuda lugu yang menaruh hati pada Sol. Setelah itu, sampailah kita pada episode lima yang merupakan episode terakhir sekaligus melengkapi puzzle terakhir dari series ini. Pada episode ini akan diungkap sudut pandang tokoh Sol yang merupakan teman Nana.




Setelah menonton sampai tamat, saya bisa menyimpulkan bahwa setiap karakter didalam drama ini memainkan peran yang serba abu-abu. Tidak ada lagi tokoh yang sepenuhnya baik begitu pula sebaliknya, tidak ada tokoh yang sepenuhnya jahat. Semua tindakan yang dilakukan oleh setiap karakter di dalam drama ini selalu berkaitan dengan hubungan sebab akibat yang kompleks. Layaknya real life, tidak ada manusia yang sempurna. Sampai sekarang pun saya masih bingung kalau misalnya disuruh memilih harus simpati pada tokoh yang mana... yang jelas pesan moral yang saya dapatkan dari sini mengingatkan saya pada kata pepatah hatred is a murder...   

Dulu pada awalnya saya mengira kejadian yang diangkat oleh drama ini hanyalah sebatas 'fiksi' yang cukup terjadi di film saja, namun argumen saya berubah apalagi setelah menyimak berbagai berita kriminal di tv akhir-akhir ini, rasanya dunia nyata ini sudah semakin gila saja.

Saya tidak terlalu berharap akan ada episode lanjutan dari drama ini karena penyajian alurnya sudah cukup pas meskipun menurut saya masih ada hal yang mengganjal dan rasanya kurang logis misalnya seperti belum menyeluruhnya penyelidikan polisi dsb. Mungkin memang penulis cerita ini sengaja membuat penonton mengembangkan asumsinya masing-masing.

Secara keseluruhan, saya cukup menikmati alur yang disajikan pada tiap episodenya walaupun tidak sampai detil karena saya menonton series ini tanpa subtitle, jadi murni ini semua hasil dari pemahaman tingkat tinggi bahasa kalbu saya wkwk.. Tapi tenang saja, otak saya sudah sedikit tercerahkan setelah menonton episode 0 yang merupakan episode spesial berisikan behind the scene dari #HateLoveSeries ini yang untungnya sudah dilengkapi dengan subtitle. Kalian bisa menontonnya di dailymotion ini.

Melaui episode bonus ini saya mendapatkan wawasan baru seperti bagaimana mengambil suatu adegan yang sama tetapi dengan sudut pandang tokoh yang berbeda-beda, bisa terbayang bagaimana repotnya si sutradara mengatur kamera yang ada, setting dan sebagainya. Selain itu, disini juga diceritakan bagaimana serunya Sky yang memerankan tokoh ‘Jo’ belajar mendalami perannya lewat studi lapangan. Yup, dia turun langsung pada malam hari untuk mengamati bagaimana pekerja seks itu bekerja bahkan sampai menyewa juga (untuk ditanya-tanya tentunya bukan untuk yang macam-macam hehe). Cukup kocak sih ini, mengingat Sky dulunya di "Hormones Season 3" berperan sebagai cowok manis kalem namun diseries ini karakternya berbeda 180 derajat.

Baiklah sampai disini dulu review saya kali ini. Jika kalian ingin menonton series ini silahkan langsung jelajahi VIU, HooQ dan teman-temannya, setahu saya disitu sudah ada lengkap beserta terjemahan Bahasa Indonesianya. Kalau kalian tidak berlangganan aplikasi tersebut maka silahkan cari situs downloadnya saja tapi konsekuensinya file video tersebut kebanyakan masih raw. Kalau saya sih sejauh ini paham-paham saja menonton video raw-nya hihi.

2 comments:

  1. […] Drama Thailand “I Love You I Hate You” […]

    ReplyDelete
  2. […] https://ayuistimewa.home.blog/2018/11/29/review-drama-thailand-i-love-you-i-hate-you-penonton-bukanl… […]

    ReplyDelete